Kolom Sastra Singa Singgasana By rightnewskendari Posted on May 25, 2019 1,161 Share on Facebook Share on Twitter Share on Google+ Share on Linkedin Penulis MAKASSAR, RIGHTNEWS.ID – Sah……. Mengaung terjepit amanah awal muasalnya sang raja terpilih, sorak pura-pura bahagia melengking, dari puluhan hingga ratusan manusia memaksa dan tanggung jawab bergema memecah gendang suara jiwanya. Siapa apa siapa? Singa mencari mangsa memilih pasangannya, dilambaikan tangan-tangan ketakutan hingga satu persatu temannya menyapa,! Sedikit demi sedikit saudaranya melupa, sampul-sampul lama berdebat dalam hati yang terikat. Aparat bingung, kaumnya cuek,rakyat menuntut berdebat ego, sodara berubah mengembang layar dan mengucapkan selamat tinggal. Nina bobo hari ini tak berarti kala kerajaan kehilangan kendali, rajapun tak berarti, sumpah terdengar bergema, tapi kali ini berbeda, sumpah mereka beruap pekat karna takut akan kebesaran kekerajaan yang terlanjur manjur. Dia ingat akan segala kenangan yang tergenang, dia paham akan segala kekeliriuan yang kelam, tapi seribu serak teriak hanyalah acuh dalam keseharian, singa kehilangan rantai makanannya, kehilangan garang bulu tengkuk keberaniaannya, bahkan aungannya lebih kecil dari sekedar kicauan kutilang. Hari demi hari singa berusaha membangkitkan pasukan terdepan, waktu kewaktu singa mempertahankan aura sakral singasana kaumnya, tapi benar ini urusan kemanusiaan, manusia semakin susah di temukan di sekitaran kerajaan, yang tersisa hanyalah fatamorgana manusia dengan segala kesibukan dan genggaman senjata perasaan yang selalu siap siaga menembak segala jenius singa singgasana yang semakin lemah. Ulang berulang singa mencoba “aung aung aung” suaranya masih saja tak terdengar menghampakan sapana singgasana, halaman depan kerajaan yang dulu katanya indah,megah dan penuh dengan karya karya tua,sekarang mulai usang dimakan usia. Termenunglah kemudian yang sanggup singa lakukan. “Ternyata benar kepercayaan yang patut di percayai hanyalah hubunganku denganNYA” Ungkap rasa pucuk jiwanya berkata. Tidak ada lagi harmoni bahkan hidup ini hanyalah serpihan serpihan perjalanan yang dipenuh tempat persinggahan, semakin kau seraka, tiga kali lebih cepat waktumu berkarma, bahkan “bayanganmu akan meninggalkanmu disaat gelap” singa mengungkap dalam renungan. Singgasana mulai sepi kembali, kaum singa hanya tinggal beberapa saja, yang lain sibuk mendandani penampilannya, ada yang mencoba memangsa naga, memikirkan bagaimana nasib anak cucu dan keluarganya, ada pula yang pura pura tak mengetahui siapa? lalu pasra memilih berdiam diri ditengah kejamnya hutan belantara. Sekali lagi singga mencoba, kini aungannya sedikit meningkat, tapi pasukan gajah lebih cepat memainkan belalainya, gading kokoh menjadi argumen penghubung team oposisi yang sedari dulu menunggu waktu yang tepat untuk melakukan penyerangan, binatang besar itu melompat mengoyangkan kerajaan, sempat singa dan gajah berdialog dalam diam. Kapan perang ini berakhir? Tanya singa “ketika kau percaya dirimu bukan pemangsa tahta” gajah berbisik sambil melilit beberapa batang bambu dengan bebalainya. seakan berkata “ini adalah jenius rumput yang tumbuh sangat cepat bisa sampai 100cm dalam 24 jam, batang rumput yang tumbuh mandiri dan tetap saling merangkul dalam satu rumpun, andaikan laju perkembangan singgasana seperti itu mungkin kalian para singa tak lagi sulit untuk belajar mengaungkan suara suara kejayaan itu”. Singa merunduk berjalan dengan badan gemetar mengajak rombongannya meninggalkan gajah dan singgasana untuk mencari buruan di luar wilayah kekuasaannya, banyak mangsa hasil buruan yang mampu iya taklukkan, kembali ia teringat betapa gugupnya ia ketika berada dalam wilayah kekuasaannya, sedang di luar puluhan mamalia, burung, reptil dan serangga berhasil ia santap seketika. Tiba-tiba keluar suara menggema yang singa-pun bingung dari mana asal muasalnya, suara itu berbicara “Menjadi singa singgasana memang tidaklah mudah, tetapi bertahan dalam kerumitan mempertahankan wilayah kekuasaan adalah suatu kewajiban yang harus di selesaikan, karna ini adalah amanah untuk kalian para singa singgasana” “aaaaauuuuuuunggggggggg” suaranya kembali lantang menyahut gema suara rahasia itu, lalu kembali ia melahap beberapa hasil buruan, setelahnya, dengan badan tegak, sikap tegap dan segala kepercayaan singa kembali ke singgasana sembari mengaungkan suaranya “perjalanan pembelajaran ini belum usai wahai para singa singgasana”. Penulis : Nabhan