Lipsus Aliran DD ke Tiga Desa Bayangan yang Tersangkut di Kas Daerah Konawe By rightnewskendari Posted on November 7, 2019 40,087 Share on Facebook Share on Twitter Share on Google+ Share on Linkedin Ketgam. Desa yang telah berubah menggantikan Desa Uepai KENDARI,RIGHTNEWS.COM – Saat itu evaluasi kinerja 2019 di hadapan Komisi XI DPR, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan adanya penambahan desa baru seiring meningkatnya alokasi dana desa dari tahun ke tahun. Penambahan Desa tersebut diduga fiktif karena tak berpenduduk. Desa yang dimaksud Menkeu ini sebagian ditemukan di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Jadi penerima Dana Desa (DD), tapi Desanya fiktif. Dugaan Sri Mulyani tak sembarangan, pasalnya hal ini terbukti dari hasil Proses penyidikan yang saat ini dilakukan oleh Polda Sultra. Direktorat Kriminal Khusus Tipikor Polda Sultra sudah mendalami kasus tersebut. Hasilnya terdapat tiga Desa yang dianggap tak memiliki wilayah Administrasi dari 56 Desa yang ada. Temuan Polisi juga, ada 23 Desa yang dianggap pembentukannya tak susuai aturan yang ada. “Kasusnya sudah masuk kepenyidikan, dan ada 61 orang saksi yang sudah kami periksa,”kata Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Harry Holdenhardt beberapa waktu lalu. Data Kepolisian Polda Sultra semakin jelas ketika wartawan RightnewsKendari.com mencoba melakukan peliputan di Kabupaten Konawe. Tiga Desa bernama Desa Ulu Meraka, Desa Uepai, dan Desa Morehe adalah bagian Desa yang diduga tak memiliki wilayah. Padalah Kementerian Desa dan PDTT terus memberikan Dana Desa (DD) pada tiga Desa tersebut. Catatannya sejak Tahun 2015,2016,2017,2018 hingga tahun berjalan ini. Desa Uepai kabarnya sudah tak ada lagi. Desa ini berada pada Kecamatan Uepai, 1 Kilo Meter jaraknya dari Kecamatan Wawotobi. Desa ini telah dimekarkan menjadi Kelurahan, dan wilayahnya diambil oleh Desa Tanggudipo, yang merupakan Desa pembentukan baru di wilayah tersebut. Desa Uepai masuk dalam penerima Dana Desa sejak Tahun 2015. Menurut Kepala Desa Tanggudipo, Bundu Sila, Desa Uepai memang pernah ada. Desa tersebut mekar menjadi Kelurahan pada Tahun 2007. Desa ini seharusnya tidak lagi menerima Dana Desa, karena sudah tidak ada di Kecamatan Uepai. Bundu Sila pernah mendengar bahwa Desa Uepai disebut-sebut masih mendapat kucuran dana dari Pemerintah Pusat. “Pernah dengar. Tapi, setau saya Desa ini sudah tidak ada. Dia mengaku Desa Tanggudipo yang dipimpinnya bagian dari wialayah Desa Uepai,”kata Bundu yang ditemui di kediamannya Soal Desa Tanggudipo, Bundu sila mengaku, bahwa kucuran dana desa yang diterimanya setiap tahun bervariasi dan semakin meningkat. Pada tahun 2015 sekitar Rp 250 juta, kemudian bertambah Rp 700 juta, dan terus bertambah setiap tahunnya. Katanya, penerimaan DD diterimanya yakni langsung dikirim ke Rekening. “Jemput Bola. Kan, DD langsung di rekening Desa. Kami tinggal tantadangan dan bedahara,”ujarnya Desa lain yang disebut sebagai Desa Fiktif yaknu Desa Ulu Meraka. Desa ini juga masih masuh Desa yang menerima DD sejak tahun 2015, sesuai data dari Kementerian Desa PDTT. Namun belakangan Desa ini teranyata punya dua wilayah sekaligus. Desa Ulu Meraka berada di Kecamatan Lambuya, dan kemudian berada pula di Kecamatan Onembute. Desa Ulu Meraka seharusnya sudah tidak ada di Kecamatan Lambuya, pasalnya sejak Kecamatan Onembute mekar, wialayah Ulu Meraka masuk di Kecamatan tersebut. Sayangnya Desa ini di Kementeria Desa PDTT masuk dalam wilayah Kecamatan Lambuya pula. Ini artinya Desa tersebut ada dua sekaligus. “Seharusnya Desa itu, sudah tidak ada lagi. Karena Desa Ulu Meraka sudah di Kecamatan Onembute. Yang ada disini yakni Desa Meraka. Kami duga, ini terjadi kesalahan pengimputan.Ada 9 Desa disini yakni Wunoahoa, Asaki, Awoliti, Amberi, Tetemombua,Tanggobu, Watarema, Waworaha, Meraka,”beber Camat Lambuya Jasman yang ditemui di Kantornya Bersamaan dengan Desa Morehe yang berada pada Kecamatan Uepai. Masalah Desa Morehe punya masalah berbeda dengan dua Desa tersebut. Desa Morehe dianggap masih ada secara administrasi di wilayah Kecamatan Uepai, hanya saja dia tidak masuk dalam penerima Anggaran Dana Desa dan Dana Desa sejak Tahun 2017. Desa ini masih aktif masuk dalam 18 Desa di Kecamatan Uepai. Desa ini dianggap Pemerintah tak punya penduduk yang jelas, sehingga penyaluran ADDnya tidak diberikan lagi. Hanya saja anehnya, Desa ini masih aktif di data BPMD Kabupaten Konawe. Pemerintah Pusat juga terus menggelotorkan dana desa pada Desa tersebut sejak Tahun 2015. Faktanya Desa tersebut tak pernah menerima. “Ini yang bikin aneh. Secara hukum Desa ini aktif. Punya wilayah dan juga punya Kode Desa. Kepala Desanya pun ada. Tapi, kok tidak pernah terima Dana Desa. Alasannya setau kami, Desa tersebut tidak punya penduduk,”ujar Kepala Seksi Pemerintahan Kecamatan Uepai, Baharudin Mustafa, yang ditemui di ruangannya Baharudin menuturkan, Desa Morehe konon adalah Kampung tua yang dimekarkan secara sendiri oleh Pemerintah. Namun seiring waktu berjalan Desa tersebut dianggap tidak menerima ADD lagi dan DD karena sebagian pendudukanya tak tinggal di tempat tersebut. Malahan tinggal di Desa Rahua. “Padahal pada saat Pilpres, Desa ini memiliki TPS, dan penduduknnya ada juga yang masuk dalam DPT. Kami heran juga, tapi kami tidak begitu tau kenapa tak mendapat DD. Kepala Desanya sudah kami tanya, tidak terima ADD dan DD sejak tahun 2017,”kata dia Sementara itu Wakil Bupati Konawe, Gusli Topan Sabara mengakui bahwa tiga Desa tersebut bermasalah. Misalkan Desa Ulu Meraka yang memiliki dua wiilayah, kemudian Desa Uepai yang sudah menjadi Kelurahan dan Desa Morehe yang sudah tidak masuk wialayah Kabupaten Konawe, dan telah menjadi kordinat Kabupaten Kolaka Timur. Gusli menyebutkan, karena humman Error ini, tiga Desa ini sebenarnya tidak menerima DD lagi sejak tahun 2015. Dia meluruskan, bahwa tiga Desa tersebut tidak pernah lagi menerima DD, sejak adanya temuan dari Inspektorat Provinsi Sultra pada 27 Juli 2018. Rekomendasi tersebut membuat Pemda Konawe tidak mencairkan DD ke tiga Desa. “Memang benar dari Kementerian Desa PDTT dana itu dikucurkan. Tapi, singga ke kas Daerah. Kami yang tidak memberikan lagi karena sudah masalah seperti itu,”jelas Gusli Dia menyebutkan total anggaran sesuai yang disebutkan Menteri Keuangan yang totalnya sebesar Rp 5,845.043.000. Dana inilah kata Gusli yang tidak diberikan, dan ditampung ke kas Daerah. Lalu mengapa Kementerian masih mengirim dana tersebut, padahal tiga Desa tersebut bermasalah? Gusli meminta wartawan untuk menanyakan hal itu ke Kementerian. “Tanya ke Kementerian. Itu bukan domain kami,”ujarnya Lalu mengapa tiga Desa ini tidak dinonaktifkan saja? Gusli menganggapnya hal ini adalah Humman Error. Pada intinya, duit yang dikucurkan ke Kementerian tidak pernah diberikan ke Rekening Desa sejak Tahun 2015.”Uangnya tersimpan ke Kas Daerah,”kata dia Yang jadi pertanyaan pula, tiga Desa ini tak pernah di Perda kan di DPRD. Padahal seharusnya ketika berubah menjadi Kelurahan dan mengalami pemindahan wilayah, seharusnya di Perdakan. Ditanyakan soal Perda tersebut? Gusli tak bisa menjawab. Dia mengaku tidak begitu tau soal Perda. “Kalau soal Perda saya tidak tau itu,”singkatnya. (***) Laporan : Laode Muhamad Syukur